Dari QWERTY ke Colemak, dari Regular ke Split: Perjalanan Saya Membangun Kecepatan dan Fleksibilitas Mengetik

Tanggal Publish: 2025-10-20

Beberapa tahun lalu, saya tidak pernah membayangkan bahwa keyboard akan menjadi salah satu hal yang paling menarik dalam perjalanan karier saya sebagai developer. Awalnya saya hanya ingin mengetik lebih cepat. Tapi tanpa sadar, perjalanan ini membawa saya mempelajari dua layout keyboard (QWERTY dan Colemak) dan dua tipe keyboard (regular dan split) — dan mengubah cara saya bekerja selamanya.


Awal Mula: Terpicu dari Sebuah Grup Facebook

Semuanya bermula dari IMKG (Indonesia Mechanical Keyboard Group), sebuah komunitas di Facebook yang dipenuhi para penggemar keyboard mekanikal. Di sana, saya melihat banyak orang memamerkan hasil typing test mereka — 100 WPM, 120 WPM, bahkan lebih. Melihat mereka mengetik secepat itu, saya mulai berpikir,

“Kalau mereka bisa, kenapa saya tidak?”

Rasa penasaran itu membawa saya membeli keyboard mekanikal pertama saya dari brand Rexus. Dan sejak saat itu, saya mulai berlatih mengetik setiap hari. Awalnya saya hanya di kisaran 50 WPM, lalu naik menjadi 6070, hingga akhirnya menembus 100 WPM. Kuncinya sederhana tapi sangat berpengaruh: latihan konsisten dan mindset yang jelas. Saya waktu itu menetapkan satu target kecil:

“Saya tidak akan berhenti latihan sampai bisa stabil di 70 WPM.”

Target sederhana ini menjadi bahan bakar saya untuk terus berkembang.


Inspirasi Baru: The Primeagen dan Dunia Split Keyboard

Fase kedua dalam perjalanan ini datang dari seorang konten kreator bernama The Primeagen — seorang software engineer dan streamer yang sering melakukan live coding di YouTube dan Twitch. Ada dua hal yang langsung menarik perhatian saya:

  1. Ia mengetik sangat cepat menggunakan keyboard split (keyboard yang dibelah dua).
  2. Setiap kali coding, ia dengan santai berkata, “I’m using VIM btw.” 😄 Kalimat itu sederhana, tapi entah kenapa, saya terinspirasi. Saya mulai belajar VIM, sekaligus menelusuri apa itu split keyboard. Setelah menonton banyak video dan membaca berbagai forum, saya akhirnya memutuskan membeli split keyboard pertama saya — Corne.

Tantangan: Mengorbankan Produktivitas untuk Belajar

Belajar keyboard baru tidak mudah. Yang pertama harus dikorbankan adalah produktivitas. Kebetulan waktu itu saya membeli Corne menjelang bulan Ramadan, dan saya memutuskan untuk menghabiskan satu bulan penuh berlatih dengan keyboard baru ini. Awalnya sungguh menyakitkan — kecepatan saya turun drastis dari 100 WPM ke 10 WPM. Bayangkan, setiap mengetik satu kalimat saja butuh waktu berkali-kali lipat. Tapi saya terus berlatih. Setiap hari, sedikit demi sedikit, jari mulai terbiasa. Dan di akhir bulan Ramadan, hasilnya mulai terasa: Saya bisa mengetik di rata-rata 80 WPM dengan split keyboard.


“Kutukan” Split Keyboard

Setelah satu bulan penuh menggunakan Corne, saya mulai menyadari satu hal: Saya tidak bisa lagi nyaman dengan keyboard regular. 😅 Tangan saya terasa aneh setiap kali menggunakan keyboard laptop. Akhirnya, saya selalu membawa keyboard eksternal ke mana pun pergi — dan tentu, itu cukup merepotkan. Sampai suatu hari saya berpikir,

“Kalau saya benar-benar ingin fleksibel, saya harus bisa mengetik cepat di semua keyboard.”

Saya pun menantang diri sendiri untuk menghabiskan satu minggu penuh hanya dengan keyboard laptop. Hasilnya? Luar biasa. Setelah seminggu, saya bisa mengetik stabil di 100 WPM di kedua layout — QWERTY dan Colemak, serta di dua tipe keyboard — split dan regular.


Pelajaran yang Saya Dapat

Dari perjalanan ini, saya belajar banyak hal yang jauh lebih besar daripada sekadar mengetik cepat.

  1. Mindset lebih penting daripada alat. Keyboard bisa berbeda-beda, tapi konsistensi dan komitmen adalah hal yang membuat kita berkembang.
  2. Produktivitas jangka pendek tidak sebanding dengan pertumbuhan jangka panjang. Kadang kita memang harus “melambat” dulu agar bisa “melaju lebih cepat” nanti.
  3. Nikmati proses belajar. Dunia keyboard itu luas dan seru — dari layout, switch, keycap, sampai ergonomi. Jangan kejar hasil, tapi nikmati setiap tahap adaptasinya.

Penutup: Mengetik Sebagai Bentuk Ekspresi

Sekarang, mengetik bukan lagi sekadar aktivitas kerja. Bagi saya, ini adalah bentuk ekspresi diri. Setiap kali menekan tombol-tombol keyboard, saya merasakan ritme yang sama seperti bermain alat musik — teratur, fokus, dan penuh kepuasan. Perjalanan saya dari QWERTY ke Colemak, dari regular ke split, mengajarkan bahwa perubahan memang tidak nyaman di awal, tapi hasilnya bisa sangat memuaskan. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti saya akan mencoba ortholinear layout atau bahkan stenography keyboard. Karena di dunia keyboard, selalu ada sesuatu yang baru untuk dipelajari.


✨ Bonus: Tips untuk Kamu yang Ingin Mencoba

Kalau kamu tertarik mengikuti jejak ini, beberapa tips singkat dari saya:

  • Gunakan website seperti keybr.com atau monkeytype.com untuk latihan rutin.
  • Tentukan target WPM kecil tapi realistis.
  • Fokus pada akurasi dulu, kecepatan belakangan.
  • Jangan takut untuk kehilangan produktivitas di awal — itu bagian dari proses.

"Perubahan kecil yang konsisten akan membawa hasil besar, bahkan dalam hal sederhana seperti mengetik."